Jajak pendapat baru-baru ini oleh Washington Post menemukan bahwa 41 persen orang Amerika mendukung pemerintah federal yang melarang TikTok, aplikasi berbagi video.
Ada kekhawatiran yang berkembang di kalangan pembuat kebijakan dan masyarakat umum di Amerika Serikat tentang keselamatan dan keamanan data pengguna di TikTok. Ini karena perusahaan induk TikTok, ByteDance, berbasis di China, dan ada kekhawatiran bahwa pemerintah China mungkin memiliki akses ke data pengguna yang dikumpulkan oleh aplikasi tersebut.
Ada beberapa insiden terkenal di mana TikTok dituduh salah menangani data pengguna atau melanggar privasi pengguna. Misalnya, pada 2019, TikTok didenda $5,7 juta oleh Komisi Perdagangan Federal AS (FTC) karena secara ilegal mengumpulkan data anak-anak di bawah usia 13 tahun.
Akibatnya, semakin banyak seruan bagi pemerintah AS untuk mengambil tindakan guna melindungi data dan privasi pengguna Amerika. Kemungkinan pelarangan TikTok telah dibahas secara luas di Kongres, dan beberapa anggota parlemen bahkan telah mengusulkan undang-undang untuk melarang aplikasi tersebut.
Menurut jajak pendapat Washington Post baru-baru ini, hanya 25 persen orang Amerika yang menentang potensi larangan TikTok, sementara 34 persen mengatakan mereka tidak yakin. Hal ini menunjukkan bahwa ada dukungan publik yang signifikan untuk tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah keamanan pengguna dan keamanan data ini.
Mereka yang telah menggunakan TikTok dalam sebulan terakhir dan pengguna harian TikTok cenderung tidak mendukung larangan tersebut. Ini termasuk 21 persen orang yang telah menggunakan TikTok dalam sebulan terakhir dan 17 persen pengguna harian.
Banyak orang Amerika khawatir bahwa perusahaan induk TikTok, ByteDance, berbasis di China. Hampir tiga perempat responden (71 persen) khawatir pemerintah China dapat mengakses data pengguna Amerika. Ini termasuk 36 persen yang “sangat” peduli dan 35 persen yang “agak” khawatir. Hanya sembilan persen yang “sama sekali” tidak peduli, dan 20 persen mengatakan mereka “tidak terlalu” peduli.
Menurut jajak pendapat, 65 persen orang Amerika percaya bahwa TikTok “mengumpulkan data pribadi orang Amerika untuk pemerintah China”, dan 56 persen percaya bahwa aplikasi tersebut “membiarkan pemerintah China mengontrol konten yang dilihat pengguna AS di TikTok”. Karena kekhawatiran ini, aplikasi tersebut telah dilarang dari telepon pemerintah, dan Kongres sedang mempertimbangkan kemungkinan larangan federal.
Masalah TikTok dan hubungannya dengan pemerintah China telah menjadi perhatian Demokrat dan Republik di Amerika Serikat. Namun, beberapa Republikan sangat kritis terhadap pemerintahan Biden karena tidak mengambil tindakan lebih tegas terhadap TikTok.
Pekan lalu, pemerintahan Biden mengumumkan akan melarang TikTok di Amerika Serikat jika ByteDance, perusahaan induk TikTok, tidak menjual sahamnya ke perusahaan Amerika. Langkah ini dilihat sebagai tanggapan atas kekhawatiran bahwa pemerintah China dapat mengakses data pengguna Amerika melalui TikTok.
Beberapa Republikan mengkritik pemerintah karena tidak mengambil sikap lebih keras terhadap TikTok dan menuduh mereka tidak berbuat cukup untuk melindungi kepentingan keamanan nasional Amerika. Mereka berpendapat bahwa larangan diperlukan untuk mencegah pemerintah China berpotensi mengakses informasi sensitif tentang orang Amerika.
Namun, yang lain memperingatkan larangan total, dengan alasan bahwa itu dapat membahayakan jutaan orang Amerika yang menggunakan aplikasi untuk hiburan dan ekspresi kreatif. Ada juga kekhawatiran tentang dampak larangan terhadap perusahaan Amerika yang mengandalkan TikTok untuk tujuan periklanan dan pemasaran.
Jajak pendapat tersebut juga menemukan bahwa 73 persen orang Amerika berpikir bahwa TikTok memungkinkan penyebaran informasi palsu, dan 72 persen berpikir itu membahayakan kesehatan mental remaja.
CEO TikTok Shou Chew akan hadir di hadapan Kongres pada hari Kamis saat pengawasan semakin intensif. Jajak pendapat Washington Post mensurvei 1.027 orang dewasa AS antara 17-18 Maret, dan jajak pendapat itu memiliki margin kesalahan plus minus 3,5 poin persentase.
Beberapa negara telah mengambil tindakan untuk melarang atau membatasi TikTok dalam beberapa bentuk karena kekhawatiran akan keselamatan pengguna, privasi, dan keamanan nasional. Berikut beberapa contohnya:
- India: Pada Juni 2020, pemerintah India mengumumkan larangan TikTok dan lusinan aplikasi China lainnya karena kekhawatiran tentang privasi data dan keamanan nasional. Larangan itu kemudian dicabut pada Januari 2021, tetapi TikTok belum diluncurkan kembali di India.
- Pakistan: Pada Oktober 2020, Pakistan melarang TikTok karena kekhawatiran tentang konten “tidak bermoral” dan “tidak senonoh” di aplikasi. Larangan dicabut akhir bulan itu setelah TikTok setuju untuk memoderasi konten sesuai dengan hukum Pakistan.
- Bangladesh: Pada Februari 2021, Bangladesh melarang TikTok karena kekhawatiran tentang konten yang tidak pantas dan “penurunan nilai-nilai sosial”.
- Indonesia: Pada Juli 2020, pemerintah Indonesia untuk sementara melarang TikTok karena kekhawatiran tentang “pornografi, konten yang tidak pantas, dan penistaan agama.” Larangan dicabut seminggu kemudian setelah TikTok setuju untuk meningkatkan moderasi konten.
- Amerika Serikat: Meskipun TikTok belum secara resmi dilarang di Amerika Serikat, pemerintahan Trump mengambil langkah untuk melarang aplikasi tersebut pada tahun 2020 karena kekhawatiran tentang privasi data pengguna dan keamanan nasional. Namun, larangan tersebut kemudian diblokir oleh hakim federal, dan pemerintahan Biden mengambil pendekatan berbeda dengan meminta ByteDance untuk melepaskan kepemilikannya atas TikTok ke perusahaan Amerika.
- Inggris Raya: Pemerintah Inggris Raya telah melarang TikTok di semua ponsel pemerintah karena masalah privasi. Perusahaan seperti BBC tidak menyarankan staf untuk juga menghapus aplikasi China dari telepon kantor.
Contoh-contoh ini menggambarkan kekhawatiran global tentang keamanan pengguna dan praktik privasi data TikTok, serta berbagai pendekatan yang telah diambil oleh berbagai negara sebagai tanggapan.